ASUHAN
KEPERAWATAN PADA Ny. S
DENGAN
POST OP SECTIO SAESAREA HARI KE – 2
DENGAN
INDIKASI KETUBAN PECAH DINI
DI
RUANG NUSA INDAH dr. SOESELO SLAWI
Disusun
dan dipresentasikan untuk memenuhi tugas seminar
Praktik
belajar klinik keperawatan medikal maternitas

Pembimbing
Akademik
Agustina
Nurarofah, S.Kep.,Ns
Esti Nurjanah,
S.Kep., Ns
Oleh :
1.
Asep
Maulana
2.
Eka
Hidayati
3.
Kiryanto
Bambang A.
4.
Maria
Ulfa
5.
Putri
Rahayu
AKADEMI
KEPERAWATAN AL HIKMAH 02
BENDA
SIRAMPOG BREBES

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kehamilan merupakan pertemuan antara sel telur dan
sel spermatozoa (konsepsi) yang
diikuti dengan perubahan fisiologis dan psikologis (Mitayani, 2009 : 2). Sedangkan persalinan adalah proses
pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup, dari dalam uterus melalui vagina
atau jalan lain ke dunia luar (kampono dan moegni, 2008).
Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim
dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009). Ada beberapa alasan
atau indikasi untuk melakukan persalinan dengan Sectio Ceasarea. Dewasa ini sebagian besar kelahiran dengan Sectio Ceasarea dilakukan untuk
keuntungan janin. Indikasi antara jalin ada yang berasal dari ibu dan janin.
Dari ibu antara lain : panggul sempit, plasenta previa, ruptur uterus, riwayat sectio
caesarea klasik, infeksi hipervirus, sedangkan dari janinnya yaitu letak janin
yang tidak stabil tidak bisa dikoreksi, presentasi bokong, gawat janin.
|
2. Tujuan khusus
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan penginderaan post op sectio
caesarea diharapkan :
a.
Mampu melakukan
pengkajian pada Ny.S dengan post op sectio caesarea.
b.
Mampu menyusun diagnosa
keperawatan pada Ny.S dengan post op sectio caesarea.
c.
Mampu menyusun rencana
keperawatan pada Ny.S dengan post op sectio caesarea.
d.
Mampu melakukan
tindakan keperawatan pada Ny.S dengan post op sectio caesarea sesuai dengan rencana
keperawatan yang telah dibuat.
e.
Mampu mengevaluasi
hasil tindakan keperawatan pada Ny.S dengan post op sectio caesarea.
f.
Mampu mendokumentasikan
asuhan keperawatan pada Ny.S dengan post op sectio
caesarea.
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Akademik
Mendapatkan gambaran tentang
keberhasilan pendidikan mahasiswa dalam mengaplikasikan hasil pembelajaran di
akademik dan praktek di lapangan dalam melakukan asuhan keperawatan khususnya
pada pasien dengan post
op sectio caesarea.
2.
Bagi Rumah Sakit
Mendapatkan sumber informasi
tentang pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan post op sectio caesarea.
3.
Bagi Pembaca
Sebagai tambahan informasi
bagi pembaca tentang perawatan post op sectio caesarea.
4.
Bagi Penulis
Memperoleh pengalaman secara
nyata dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan post op sectio caesarea.

KONSEP DASAR
A. Pengertian
Sectio
caesarea adalah
suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada
dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh
serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009).
Sectio
caesarea adalah
pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding
rahim (Mansjoer, 2002).
B. Jenis – Jenis
1. Sectio cesarea
transperitonealis profunda.
Sectio cesaria
transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah uterus. insisi pada
bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau memanjang. Keunggulan pembedahan
ini adalah :
a. Pendarahan luka
insisi tidak seberapa banyak.
b. Bahaya
peritonitis tidak besar.
c. Perut uterus
umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari tidak besar karena
pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi
seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.
2. Sectio cacaria
klasik atau section cecaria corporal.
Pada cectio cacaria
klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini yang agak mudah
dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan section
cacaria transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada segmen atas uterus.
3. Sectio cacaria
ekstra peritoneal.
|
C. Etiologi
Manuaba
(2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen,
perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah
fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio
caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai
berikut:
- CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo
Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai
dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa
tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui
oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan
kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses
persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis
tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran
bidang panggul menjadi abnormal.
- PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi
dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh
kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi,
pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal
paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting,
yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
- KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban
pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan
ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini
adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
- Bayi Kembar
Tidak
selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar
memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu
bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak
lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
- Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya
gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya
pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek
dan ibu sulit bernafas.
- Kelainan Letak Janin
a. Kelainan pada
letak kepala
1) Letak kepala
tengadah
Bagian terbawah adalah
puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling rendah.
Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati,
kerusakan dasar panggul.
2) Presentasi muka
Letak kepala tengadah
(defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling rendah ialah muka. Hal
ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
3) Presentasi dahi
Posisi kepala antara
fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap paling depan.
Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak
muka atau letak belakang kepala.
4) Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan
keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong
berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang,
yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong
kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).
D. Patofisiologi
SC
merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr dengan
sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini
yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak,
placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin
besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post
partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang
informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat
akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi
post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan
perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi
yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum
dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional dan
umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu
anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak
dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya
anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri
sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan
nafas yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas
silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan
menurunkan mobilitas usus.
Seperti
yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses
penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk
metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang
menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan
menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat
beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain
itu motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu
konstipasi (Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2002).
F. Pemeriksaan
Penunjang
- Elektroensefalogram ( EEG )
Untuk membantu menetapkan
jenis dan fokus dari kejang.
- Pemindaian CT
Untuk mendeteksi
perbedaan kerapatan jaringan.
- Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan
dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk
memperlihatkan daerah –
daerah otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.
- Pemindaian positron emission tomography ( PET )
Untuk mengevaluasi kejang
yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau
alirann darah dalam otak (Carpenito, 2001).
G. Penatalaksanaan
- Perawatan awal
a. Letakan pasien
dalam posisi pemulihan
b. Periksa kondisi
pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama, kemudian tiap 30
menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit sampai sadar
c. Yakinkan jalan
nafas bersih dan cukup ventilasi
d. Transfusi jika
diperlukan
e. Jika tanda vital
dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera kembalikan ke kamar
bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah
- Diet
Pemberian cairan perinfus
biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah pemberian minuman
dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh
dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air the
(Carpenito, 2001).
H. Asuhan
Keperawatan
- Pengkajian
a. Identitas atau
biodata klien
b. Keluhan utama
c. Riwayat
kesehatan
d. Pola-pola fungsi
kesehatan
e. Pemeriksaan
fisik
- Diagnosa Keperawatan
a. Menyusui tidak
efektif berhubungan dengan kurangnya pengetahuan ibu tentang cara
menyusui yang bernar.
b. Nyeri akut
berhubungan dengan injury fisik jalan lahir.
c. Defisit
pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal atau familiar dengan sumber
informasi tentang cara perawatan bayi.
d. Defisit
perawatan diri berhubungan dengan kelelahan sehabis bersalin
e. Resiko infeksi
berhubungan dengan luka operasi
- Rencana Keperawatan
a. Menyusui tidak
efektif berhubungan dengan kurangnya pengetahuan ibu tentang cara
menyusui yang benar
Setelah diberikan
tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien menunjukkan respon breast feeding
adekuat dengan indikator:
1) klien
mengungkapkan puas dengan kebutuhan untuk menyusui
2) klien mampu
mendemonstrasikan perawatan payudara
Intervensi:
1) Demonstrasikan
breast care dan pantau kemampuan klien untuk melakukan secara teratur
2) Ajarkan cara
mengeluarkan ASI dengan benar, cara menyimpan, cara transportasi sehingga bisa
diterima oleh bayi
3) Berikan dukungan
dan semangat pada ibu untuk melaksanakan pemberian Asi eksklusif
4) Berikan
penjelasan tentang tanda dan gejala bendungan payudara, infeksi payudara
5) Anjurkan
keluarga untuk memfasilitasi dan mendukung klien dalam pemberian ASI
6) Diskusikan
tentang sumber-sumber yang dapat memberikan informasi/memberikan
pelayanan KIA
b. Nyeri akut b.d
agen injuri fisik (luka insisi operasi)
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nteri berkurang dengan indicator:
1) Mampu mengontrol
nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2) Melaporkan bahwa
nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
3) Mampu mengenali
nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
4) Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri berkurang
5) Tanda vital
dalam rentang normal
Intervensi
1) Lakukan
pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2) Observasi reaksi
nonverbal dari ketidaknyamanan
3) Bantu pasien dan
keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
4) Kontrol
lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
5) Ajarkan tentang
teknik non farmakologi
6) Berikan
analgetik untuk mengurangi nyeri
c. Kurang
pengetahuan tentang perawatan ibu nifas dan perawatan post operasi b/d
kurangnya sumber informasi
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pengetahuan klien meningkat dengan
indicator:
1) Pasien dan
keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program
pengobatan
2) Pasien dan
keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
3) Pasien dan
keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan
lainnya.
Intervensi:
1) Berikan
penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang
spesifik
2) Sediakan
informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
3) Sediakan bagi
keluarga atau SO informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
4) Diskusikan
pilihan terapi atau penanganan
5) Instruksikan
pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara yang tepat
d. Defisit
perawatan diri b.d. Kelelahan.
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3x24 jam ADLs klien meningkat dengan indicator:
1) Klien terbebas
dari bau badan
2) Menyatakan
kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs
3) Dapat melakukan
ADLS dengan bantuan
Intervensi
1) Monitor
kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
2) Monitor
kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian,
berhias, toileting dan makan.
3) Sediakan bantuan
sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care.
4) Dorong klien
untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang
dimiliki.
5) Ajarkan klien/
keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika
pasien tidak mampu untuk melakukannya.
e. Risiko infeksi
b.d tindakan invasif, paparan lingkungan patogen
Setelah dilakuakan asuhan
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan resiko infeksi terkontrol dengan
indicator:
1) Klien bebas dari
tanda dan gejala infeksi
2) Mendeskripsikan
proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi penularan serta
penatalaksanaannya,
3) Menunjukkan
kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
4) Jumlah leukosit
dalam batas normal
5) Menunjukkan
perilaku hidup sehat
Intervensi
:
1) Bersihkan
lingkungan setelah dipakai pasien lain
2) Batasi
pengunjung
3) Cuci tangan
setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan
4) Gunakan baju,
sarung tangan sebagai alat pelindung
5) Pertahankan
lingkungan aseptik selama pemasangan alat
6) ingktkan intake
nutrisi
7) Berikan terapi
antibiotik bila perlu (Carpenito, 2001).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar